Mengenal Perbedaan Aksara Ulu Variasi Besemah (Aksara Besemah / Pasemah)

Mengenal Perbedaan Aksara Ulu Variasi Besemah (Aksara Besemah / Pasemah)

    Aksara Ulu atau dikenal juga sebagai Surat Ulu atau Aksara Kaganga adalah rumpun aksara yang berkembang di wilayah Sumatra bagian selatan seperti di Provinsi Bengkulu, dan Sumatra Selatan. Rumpun aksara ini merujuk pada aksara sejenis yang pernah digunakan oleh masyarakat Besemah (Pasemah), Rejang, Lembak, Serawai, Ogan, Lintang, Rawas, dan Krui (Lampung).

    Di Provinsi Bengkulu saja ditemukan 4 variasi dari rumpun Aksara Ulu ini, yaitu Aksara Ulu Variasi Rejang, Pasemah, Serawai, dan Lembak. Meski berasal dari rumpun aksara yang sama, terdapat persamaan dan perbedaan pada masing-masing variasi aksara tersebut. Berikut adalah perbedaannya:

 

1    1. Perbedaan Jumlah Huruf

 

    Perbedaan pertama yaitu aksara Ulu variasi Besemah memiliki total 28 jumlah huruf, sama seperti aksara Ulu variasi Serawai, sedangkan aksara Ulu variasi Rejang dan Lembak hanya memiliki 23 huruf. Perbedaan ini terjadi karena pada Bahasa Rejang dan Dialek Lembak tidak mengenal beberapa bentuk huruf ngimbang (prenasal) seperti: mpê, ntê, ncê, dan ngkê. Selain itu, pada aksara Ulu variasi Besemah juga terdapat huruf ghê untuk bunyi konsonan voiced velar fricative [ɣ] (seperti bunyi huruf ghain dalam Bahasa Arab) yang tidak terdapat pada aksara Ulu Rejang.


2.       2. Perbedaan Jumlah Sandangan (Tanda Baca)

 

    Perbedaan kedua yaitu pada jumlah sandangan. Aksara Ulu variasi Besemah memiliki jumlah sandangan yang lebih sedikit karena tidak memiliki tanda baca Tiling (ꥆꥉ) untuk bunyi é [e] (e taling, seperti bunyi E pada kata “Enak”) dan Mico ( ꥆꥋ ) untuk bunyi [o]. Hal ini disebabkan karena fonologi Dialek Besemah tidak memiliki bunyi [e] dan [o].

 

 

3.        3. Perbedaan Bunyi Vokal Bawaan

 

    Perbedaan ketiga terletak pada bunyi vokal bawaan huruf. Pada aksara Ulu variasi Rejang tiap huruf akan memiliki vokal bawaan berbunyi [a] sehingga huruf akan dibaca sebagai Ka, Ga, Nga, dan seterusnya bila tidak diberi sandangan, sedangkan dalam variasi Pasemah tiap huruf memiliki vokal bawaan berbunyi ê pepet [ə] (seperti bunyi “E” pada kata Elang) sehingga setiap huruf yang tidak diberi sandangan akan memiliki bunyi ê, Maka Ka, Ga, Nga dibaca Kê, Gê, Ngê dalam variasi Besemah.

 

4.       4. Tambahan: Cara memberikan vokal [a] pada aksara Ulu variasi Pasemah

 

    Untuk mendapatkan vokal [a] dalam menuliskan Aksara Ulu variasi Pasemah, dilakukan dengan menambahkan tanda sandangan Jinah (ꥆꥎ), yaitu dua titik di bawah kanan huruf pada huruf yang ingin diberi vokal [a].

 

    Itulah beberapa perbedaan yang terdapat di antara Aksara Ulu variasi Pasemah dan Rejang. Semoga informasi ini bermanfaat dan menambah khazanah pengetahuan kita seputar kekayaan budaya dan bahasa yang ada di Indonesia, khususnya di daerah Sumatra bagian selatan dan juga Bengkulu. Terimê kasih, awu!



 Penyunting: Kurt Rayhans Adriansyah


Referensi:
Sarwono, S., & Rahayu, N. (2017). Pusat penulisan dan para penulis manuskrip Ulu di Bengkulu. UNIB Press

Izzuddin, M. H. (2023). USURRAN GANTI (NASKAH ULU 93 E 109 PNRI), TEKS KOSMOLOGI MASYARAKAT ULUAN: SUNTINGAN TEKS DAN TERJEMAHAN. SUSASTRA: Jurnal Ilmu Susastra Dan Budaya, 11(1), 39–52. https://doi.org/10.51817/susastra.v11i1.73

#aksaraulu #suratulu #kaganga #aksara #nusantara #hurufulu #hurufkaganga #besemah #pasemah #rejang #sumatra #bengkulu #palembang #lahat #pagaralam #kedurang #bahasa


Posting Komentar

0 Komentar